CeloteHany

penulis lepas yang menyukai darat, laut, dan langit

January 21, 2018

Siapa yang suka lada? Iyes pastinya bukan cuma saya ya. Lada atau merica atau nama ilmiahnya Piper nigrum Linn merupakan salah satu jenis rempah tersohor bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia. Asal muasal lada sebenarnya berasal dari negeri tempat “Shahru Khan” tinggal, India, lebih tepatnya di daerah Ghat Barat. Masuknya lada ke Indonesia pertama kali yaitu di daerah Lampung, saat masa kerajaan Sriwijaya. Lampung terkenal akan penghasil lada putih terbesar saat itu. Selain lampung, Bangka Belitung juga merupakan daerah penghasil lada, namun lada yang terkenal dari daerah ini adalah lada hitam.



keyword on google : merica lada


Biasanya penggunaan lada pada sejumlah menu masakan dapat menimbulkan rasa pedas yang menghangatkan. Selain sebagai bumbu rempah, lada juga banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Faktanya kandungan capsaicin pada lada dipercaya dapat menyembuhkan sakit kepala, batuk, hidung tersumbat, mengontrol tekanan darah, menurunkan berat badan, hingga membunuh sel kanker dalam proses penyembuhan. Kalo saya suka banget makan bakso pake lada, anget-anget gimana gitu rasa kuahnya, nyesss. Tapi tau nggak sih ternyata lada bubuk yang banyak diperjualbelikan di pasaran banyak yang oplosan alias palsu alias ngga asli.

Berita terkait lada bubuk oplosan sudah lama beredar di masyarakat. Mulai dari dicampur nasi aking, tepung, hingga zat kimia berbahaya seperti hydrogen peroksida dan sodium bicarbonate juga sudah banyak diketahui masyarakat. Tahun 2015 lalu, netizen sempat dihebohkan dengan penemuan lada imitasi yang terbuat dari semen putih di daerah Garut. Ternyata ngga cuma dalam bentuk bubuk yang oplosan, lada dalam bentuk utuh pun masih bisa dibuat tiruannya. Indonesia memang unik ya?

Himpitan ekonomi lagi-lagi menjadi kambing hitam dalam permasalahan ini, sehingga tergiur harga murah menjadi alasan peng-acuh-tak-acu-an informasi ini di masyarakat. Mendengar pengakuan dari salah satu oknum produsen pengoplos lada pun cukup mencengangkan ternyata pedagang banyak yang lebih memilih membeli yang palsu ketimbang yang asli. Bedanya sangat jauh, kalo lada asli bisa dijual 90-100rb per setengah Kg, sedangkan lada palsu yang terbuat dari semen putih dijual dengan harga 2rb per setengah Kg. Melihat berita tersebut saya jadi mikir selama ini yang saya makan di tukang bakso asli atau palsu ya? kayanya palsu deh.

Belum lagi selesai masalah per-lada-an nasional. Lagi-lagi Indonesia harus ditampar oleh kenyataan melemahnya perdagangan lada di pasar dunia. Ironis memang melihat kenyataan tersebut. Dulunya Indonesia mampu menjadi pemasok utama kebutuhan lada dunia sebelum perang dunia ke-2. Namun kini, jumlah produksi dan mutu kualitas yang menurun menyebabkan Indonesia melepaskan posisi tersebut. Saat ini produksi lada Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Vietnam dan Brazil, walaupun faktanya Indonesia memiliki lahan pertanian lada yang lebih luas dibandingkan kedua negara tersebut. Menurunnya jumlah produksi dan mutu dari lada di Indonesia banyak dilatarbelakangi kekeringan, serangan hama, dan konversi lahan.

Belajar dari per-lada-an di negara Vietnam, ternyata Indonesia masih tertinggal jauh lantaran masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap komoditas penting ini. Di Vietnam, teknologi dan cara budidaya bibit unggul untuk menunjuang kualitas yang baik sangat diperhatikan. Upaya tersebut semakin dikuatkan dengan dibentuknya Asosiasi Lada Vietnam atau The Vietnam Pepper Association (VPA).

Sepertinya Indonesia harus mulai berbenah diri menyikapi permasalahan ini. Perbaikan mutu nasional harusnya bisa menjadi prioritas kebijakan yang harus segera dilakukan. Bukan hanya merugikan tentunya, pengonsumsian lada oplosan baik dalam bentuk bubuk maupun yang masih bulat dapat berdampak pada kesehatan masyarakat di waktu yang akan segera datang. Jika sudah selesai, silahkan perbaiki kembali perdagangan lada di kancah Internasional. Semoga Indonesiaku semakin baik.



Raferensi :
https://lifestyle.okezone.com/read/2015/05/08/298/1146616/kenali-lada-oplosan-yang-dijual-di-pasaran
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/9004/sejarah-tanaman-lada-di-indonesia
http://tv.liputan6.com/read/2245963/lada-diduga-berbahan-semen-putih-beredar-di-garut
https://www.antaranews.com/berita/629186/polisi-ungkap-pabrik-merica-palsu-di-surabaya
http://wartakota.tribunnews.com/2015/06/24/ini-perbedaan-merica-asli-dan-merica-palsu-berbahan-semen-putih
http://industri.bisnis.com/read/20150626/99/447441/ini-ciri-ciri-merica-palsu-yang-beredar-di-pasar
http://www.radarcirebon.com/kata-pedagang-pembeli-lebih-suka-merica-palsu.html
https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=635001899991305&id=575728002585362&_rdc=1&_rdr
https://tirto.id/masa-suram-lada-indonesia-b5hH
https://manfaat.co.id/manfaat-lada-putih

January 20, 2018

Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia yang banyak terjadi di dunia. Biasanya penyakit banyak dianggap sepele padahal risiko kematian akibat Alzheimer masih cukup tinggi, bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia. Orang yan menderita penyakit ini biasanya memiliki 8 hingga 10 tahun harapan hidup setelah diketahui terjangkitnya. Alzheimer ditandai dengan adanya penuruan kemampuan kognitif  (daya ingat, berpikir, berbicara, serta fungsi visuospatial) seseorang secara progresif atau perlahan-lahan. Penyakit ini sering tidak disadari oleh banyak orang karena biasanya penyakit ini dimiliki oleh para lansia, sehingga banyak dianggap sebagai hal wajar dan biasa saja.

http://satuterpenting.com

Laporan WHO tahun 2012 terkait angka Demensia Alzheimer dunia mencapai 35.6 juta jiwa, dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat. Pada 2030 angka tersebut akan meningkat 2 kali lipat dan pada 2050 menjadi tiga kali lipat. Alzheimer's Disease International (ADI) memperkirakan Indonesia memiliki jumlah penderita demensia sebesar 1,2 juta jiwa dan masuk dalam sepuluh negara dengan demensia tertinggi di dunia dan di Asia Tenggara pada 2015.

Berdasarkan data dari WHO diketahui bahwa penderita Alzheimer kebanyakan dipengaruhi oleh faktor usia. Dimana risiko menderita penyakit ini terjadi pada 5-8% orang dengan usia lebih dari 65 tahun, 20% pada usia lebih dari 75 tahun, dan 25-50% pada usia lebih dari 85 tahun.

Jika terus dibiarkan jumlah penderita Alzheimer dapat terus meningkat, bukan hanya pada lansia namun juga kaula muda. Selain usia, penyakit Alzheimer dapat disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya faktor keturunan, luka berat di bagian kepala, kebiasaan merokok dan minum alkohol, kurang olahraga, berat badan berlebih, dan segala sesuatu yang dapat memicu gangguan jantung. Faktanya penderita Alzheimer kebanyakan adalah kaum hawa, hal ini dikarenakan wanita cenderung memiliki umur panjang.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali gejala penyakit ini sejak dini. WHO membagi 3 tahapan seseorang terkena Demensia Alzheimer, yaitu tahap awal (1-2 tahun), tahap pertengahan (2-4 tahun), tahap akhir (5 tahun berikutnya). Tahap awal dimana seseorang sering melupakan hal yang baru saja terjadi, melupakan tempat yang sudah familiar baginya, dll. Tahap pertengahan dimana seseorang mulai kehilangan kemampuan untuk menyusun kalimat, melupakan nama orang yang dikenalnya, dan sulit untuk memperkirakan waktu dan tempat. Tahap terakhir tidak mampu mengenali orang lain, tidak mampu makan dan berpakaian sendiri, hingga tidak mampu mengingat jalan kembali kerumah. Jika gejala awal sudah mulai terlihat ada baiknya, kita berkonsultasi dengan dokter. Dan untuk mengetahui lebih jelas, biasanya dokter akan menganjurkan untuk melakukan CT scan atau MRI.

Sudah banyak penelitian di dunia yang dilakukan untuk mencari pengobatan dari penyakit Alzheimer. Mulai dari kimia hingga obat-obatan herbal, namun penyakit yang dapat menyebabkan kematian ini hanya bisa diperlambat perkembangannya melalui obat-obatan namun tidak bisa disembuhkan secara total. Beberapa jurnal yang saya baca menyarankan tumbuhan seperti ginkgo biloba, lemon balm, ginseng, kunyit, kulit manggis, dan pegagan untuk membantu memulihkan nekrosis (kerusakan) sel-sel otak serta menghambat apoptosis sel otak.

Pada dasarnya setiap penyakit ada obatnya. Namun bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Sebagai manusia yang hidup di zaman yang serba instan, sebaiknya pola hidup kita jangan menjadi instan juga ya. Olahraga teratur dan menjaga pola makan sehat penting untuk mencegah kita dari datangnya penyakit.


Referensi :

Bayyinatul Muchtaromah dan Leny Rusvita Umami. 2016. Efek Farmakologi Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Sebagai Suplemen Pemacu Daya Ingat. Prosiding Seminar Nasional from Basic Science to Comprehensive Education Makassar, 26 Agustus 2016. ISBN: 978-602-72245-1-3.

Safwan, Sapto Yuliani, Suwidjiyo Pramono. 2014. UJI AKTIVITAS MINYAK ATSIRI RIMPANG KUNYIT (Curcuma Longa Linn) Pada TIKUS SPRAGUE DAWLEY MODEL DEMENSIA (Kajian Penghambat Aktivitas Asetilkolinesterase). KARTIKA JURNAL ILMIAH FARMASI, Des 2014, 2 (2), 20-26 ISSN 2354-6565.

Saloni Tanna. 2004. Priority Medicines for Europe and the World "A Public Health Approach to Innovation". Background Paper 6.11 Alzheimer Disease and other Dementias. Diakses pada http://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_11Alzheimer.pdf

http://www.alodokter.com/penyakit-alzheimer

https://www.alzi.or.id/kenali-10-gejala-umum-demensia-alzheimer

http://obattradisionalpenyakitamandel.blogspot.co.id/2014/01/kunyit-jenis-rempah-penyembuh-alzheimer.html

http://obattradisionalpenyakitamandel.blogspot.co.id/2013/06/obat-tradisional-penyakit-demensia-alzheimer.html

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160924070505-255-160792/indonesia-lupa-catat-jumlah-penderita-demensia



January 19, 2018

Aku suka jaipong
kau suka disko o’ o’ o’..
Aku suka singkong
kau suka keju oh oh oh..
Aku dambakan
seorang gadis yang sederhana
aku ini hanya anak singkong
Aku hanya… Anak Singkong

Tentu ngga asing bukan dengan lirik lagu diatas? Yaps betul, judulnya Anak Singkong yang dinyanyikan oleh Bill and Broad. Itulah lagu pertama yang melambungkan nama Arie Wibowo (alm.) dan band-nya ke panggung industri musik Indonesia era 80-an. Mungkin saat itu Indonesia masih banyak menghasilkan umbi kayu tersebut. Sehingga pengibaratan singkong dalam lagu tersebut terkesan “murah” dibandingkan dengan keju yang terlihat lebih berkelas.

Singkong (Manihot esculenta Crantzmerupakan sumber karbohidrat terbesar ke-3 setelah padi dan jagung. Masyarakat Indonesia tentunya tidak asing dengan hasil bumi yang satu itu, karena dapat diolah menjadi berbagai jenis penganan. Mulai dari tape peuyeum, gethuk, keripik, kolak, atau hanya digoreng dan dikukus, atau untuk diolah menjadi tepung tapioka. Saya pun termasuk salah satu penggemar singkong goring dan kolak singkong. Mendengar bahwa singkong kini sudah mengandalkan impor, tentunya hal tersebut membuat saya sedih.




Singkong impor? Yaps, mungkin belum banyak di angkat atau karena saya yang baru tahu. Ternyata negeri pertiwi yang kaya raya ini justru membeli singkong dari Negara tetangga. Cukup lama, data BPS menyebutkan bahwa Indonesia telah melakukan impor singkong sejak tahun 2011 hingga sekarang. Asal negaranya pun beragam, mulai dari China, Italia, Thailand, hingga Vietnam.

Tak tanggung-tanggung angka impor singkong Indonesia pun cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Januari-April 2017, impor singkong Vietnam mencapai 1.234 ton dengan nilai US$ 499,8 ribu. Hingga Agustus 2017 nilai impor singkong mencapai US$ 613,2 ribu dengan volume 3,2 ribu ton. Bukan jumlah yang kecil tentunya untuk angka impor. Parahnya lagi ternyata belum ada peraturan yang mengatur terkait batasan impor singkong tersebut, sehingga kemungkinan angka tersebut akan terus bertambah.

Penyebab impor singkong di Indonesia lantaran hasil produksi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional yang kian meningkat. Kenyataan tersebut dapat juga dilatarbelakangi banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsinya dari hari ke hari, sehingga lahan pertanian semakin berkurang luasannya, ditambah lagi musim yang tidak menentu yang dapat menyebabkan gagal panen di berbagai wilayah di Indonesia.

Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar mengandung senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm.

Berkhasiat sebagai obat rematik, demam, sakit kepala, diare, cacingan, mata kabur, nafsu makan berkurang, luka bernanah, dan luka baru kena panas. Singkong juga dikenal sebagai umbi yang memiliki khasiat antioksidan, antikanker, antitumor. Bukan hanya daging umbinya, ternyata kulit singkong juga memiliki banyak manfaat, diantaranya dapat dijadikan pakan ternak, bahan pupuk organik, dan bio-ethanol. Kulit singkong di berbagai daerah di Indonesia juga telah banyak disulap menjadi penganan unik mulai dari keripik hingga rendang kulit singkong. Namun jangan sembarang singkong ya, karena ada juga singkong yang memiliki kandungan asam sianida yang cukup tinggi. Total kandungan sianida pada kulit singkong ini berkisar antara 150 hingga 360 mg HCN per kg berat segar, namun besarnya kandungan tersebut bervariasi tergantung dari vatietas tanaman singkongnya.


Referensi :

Agroinovasi. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Edisi 4-10 Mei 2011 No.3404 Tahun XLI.

http://forum.detik.com/mengenang-arie-wibowo-si-anak-singkong-yang-galau-antara-madu-t537078.html

https://manfaat.co.id/manfaat-kulit-singkong

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3584641/singkong-impor-serbu-ri-dari-tahun-ke-tahun

https://economy.okezone.com/read/2017/05/27/320/1701176/indonesia-masih-impor-singkong-dari-vietnam-jumlahnya-tak-ada-batasan




Udah hampir seminggu tinggal dilingkungan baru. Sukabumi. Masih termasuk dalam wilayah Jawa Barat yang berarti ngga jauh dari rumah di Bogor. Namun tetap ada banyak perbedaan antara Bogor dengan Sukabumi. Mulai dari lingkungannya sampe ke budaya setempat. Lokasi yang ngga berada jauh dari Gunung Halimun Salak, membuat wilayah ini memiliki suhu yang cukup rendah. Jika dilihat dari pendeteksi suhu rata-rata di ponsel, terpampang diangka 20-22 derajat celcius. Sedangkan di Bogor biasanya 30 an derajat celcius. Belum lagi masalah cuaca, walaupun Bogor terkenal dengan kota hujan, nyatanya sudah hamper seminggu disini Aku merasa bahwa Sukabumi lebih cocok menyandang gelar tersebut. Jika hari hujan tidak banyak yang bisa Aku dan teman-teman lakukan, karena basic pekerjaan kami menuntut untuk sering berasa di lapangan.

Oiya disini Aku ngga sendirian. Sebenarnya projek yang Aku lakukan saat ini, sebelumnya digarap oleh Bang Azmi, Bang Rois, Kak Nisa, kemarin ada dua orang Huda dan Indah, nah disini aku menggantikan mereka, Aku dan Nunu. Di foto ada Bang Hamzah, beliau posisinya sebagai konsultan di bidang pertanian. Sedangkan Nunu adalah si tukang fotonya, jadi ngga keliatan di foto
.

Bang Hamzah - Hany - Bang Azmi - Bang Rois - Kak Nisa

Beralih dari masalah cuaca, di Sukabumi masyarakat dalam kesehariannya menggunakan Bahasa Sunda. Sebenernya sama saja dengan di Bogor. Namun, buat Aku yang memang bukan orang asli sunda, menggunakan Bahasa Sunda merupakan hal yang lumayan sulit. Walaupun saat duduk dibangku SD hingga SMA sudah ada mulok Bahasa sunda, namun belum banyak kosakata yang Aku tahu, biasanya hanya menambahkan imbuhan “mah-teh-tah” dan agak sedikit menaik turunkan nada bicara biar terdengar seperti orang sunda.

Sebelum pindah kesini, Aku tinggal di Jakarta. Ya jelas kalo Jakarta – Sukabumi itu beda banget, walaupun kalo di maps hanya berjarak 105km. Jakarta yang terkenal dengan hiruk pikuk nya dan panasnya ketika matahari menjunjung di atas kepala, sangat berbeda dengan Sukabumi yang adem ayem dan lumayan dingin menurut Aku. Proses adaptasi yang kualami dalam beberapa hari kebelakang lumayan singkat, hanya saja kondisi tubuh yang masih belum stabil. Saat tiba pertama kali disini, Aku langsung flu berat. Untungnya ngga yang sampe sakit kepala, Alhamdulillah jadi masih bisa beraktivitas walaupun harus “nyerot-nyerot” ingus yang udah mau keluar ketika lagi ngobrol sama orang.

Rutinitas ketika Aku di Jakarta dengan disini, sangat amat berbeda. Mulai dari pagi hingga malam hari. Pagi hari kalo pas di Jakarta itu bangun, solat subuh, mandi, baca buku, solat duha, berangkat kerja. Nah kalo disini, bangun, solat subuh, baca buku, solat duha, keluar kamar, nyapu, masak, makan. Pekerjaan ku sebagai fasilitator tidak mengharuskan Aku untuk banyak keluar rumah. Hanya ketika ada keperluan dan kegiatan. Kalo dalam sebulan ke depan kaya gini terus, Aku khawatir berat badan ku bisa terus bertambah.

Saat malam hari pun tidak banyak kegiatan yang ku lakukan. Ketika azan maghrib berkumandang aku pergi mushola dekat rumah. Ada kebiasaan unik dengan jamaah solat disini. Mungkin kalo di Bogor ataupun Jakarta biasanya di akhir pembacaan surat Al-Fatihah “bi alaihim waladdhooliin…” seluruh jamaah langsung menyambut dengan “Aamiin…” berbarengan dengan imam. Tapi kalo disini, makmum baru mengucap “aamiin..” setelah imam “aamiin..”. Dan disini juga sepertinya tidak terbiasa dengan salaman dengan orang disamping sampingnya setelah salam dan berdoa bersama seusai solat. Tapi begitulah Indonesia, selalu punya yang berbeda setiap daerah namun tetap satu.


Ternyata memiliki banyak waktu luang harus pandai menggunakannya. Dulu pas di Jakarta rasanya sibuk banget, nyari waktu buat baca buku aja susah rasanya. Disini banyak waktu luang tapi belum pinter manggunakannya. Dari awal niatnya mau banyak baca dan nulis, nyatanya 2 buah buku yang aku bawa dari rumah belum sempat ku habiskan. Padahal dulu di Jakarta novel setebal 300an halaman bisa aku lahap dalam waktu sehari. Di Sukabumi aku justru lebih banyak menggunakan waktu untuk membuka media social dengan aktivitas yang menyedihkan “stalking-in orang”. Buka Instagram udah kaya candu, tiap 10 menit sekali pasti dibuka. Apalagi kalo lagi chat-an sama seseorang, seringnya aku tinggalkan pekerjaan yang lain demi nunggu balesan dari si dia. “Oke ini harus segera diakhiri”, batin ku pagi ini. Sedari pagi aku mencoba untuk mengurangi intensitas membuka medsos dengan menjauhkan HP dari jangkauan dan tidak mengaktifkan suara notifikasi. Belum sempurna memang. Aku masih bisa mengecek WA lewat laptop. Tapi setidaknya aku sedang berusaha. Semoga semua berjalan lancar.