CeloteHany

penulis lepas yang menyukai darat, laut, dan langit

September 12, 2017



Here we go again, menikmati liburan ke pulau ngga perlu modal besar dan persiapan banyak kok. Akhir minggu lalu saya dan rekan kerja saya mencoba untuk melakukan traveling ke Pulau Tidung. Perispan yang kami lakukan cukup mendesak, yaitu sekitar H-3 keberangkatan. Bermodal surfing di dunia internet buat nyari cara menuju pulau tidung, akhirnya saya selaku ketua kegiatan pun dapat menyelesaikan tantangan tersebut. Dengan jumlah anggota kelompok 9 orang (Maulana, Ismail, Bambang, Amri, Ilham, Adhe, Qonita, Putri, dan Saya) kami pun patungan per orang sebesar Rp.300.000.

Omline's Crew ki-ka : Boni, Ilham, Jack, Hany, Molen, Amri, Putri, Adhe, Qonita

Sesuai agenda yang telah saya susun sebelumnya, kami berkumpul di depan Masjid Al Makmur tanah abang sekitar pukul 6 pagi dengan perlengkapan dan tentunya perut yang sudah terisi dengan sarapan pagi depan kosan. Memang agak ngaret dari jadwal, tapi alhamdulillah bisa sampai di Pelabuhan Kali Adem Muara Angke dengan armada Grab Car sekitar pukul 06.30 WIB. Sesampainya di jalanan menuju pelabuhan, kami turun di tengah jalan dan diarahkan oleh warga sekitar untuk masuk melalui jalan tembusan yang lumayan lebih nyaman dilalui dibandingkan jalan utama yang harus melalui kebecekan pasar pelabuhan. 

Sesampainya di pelabuhan, 2 orang rekan saya membeli tiket di loket. Harga tiket per orang menuju Pulau Tidung sebesar Rp. 50.000. Setelah mendapat tiket, kami pun bergegas mencari kapal yang akan membawa kami ke Pulau Tidung. Sebelum masuk ke kapal, kami harus mendata terlebih dahulu nama anggota di catatan keberangkatan penumpang. Singkat, hanya kolom nama, jenis kelamin, dan usia. 

Akhirnya perjalanan pun dimulai. Di awal perjalanan kami coba habiskan dengan berbincang bincang singkat, namun di tengah perjalanan ombak laut terasa lebih kuat menggoncang seisi kapal kecil tersebut. Beberapa teman saya memilih untuk menghabiskan waktu dengan tidur, beberapa yang lainnya sibuk memainkan gadget maupun kamera nya. Perjalanan menuju pulau tidung berlangsung sekitar 3 jam lamanya. Berangkat pukul 08.00 dari Muara Angke dan tiba di Pulau Tidung pukul 11.00. Walaupun ini pertama kalinya saya dan teman-teman ke pulau ini, kami tidak ambil pusing. Karena ada pepatah malu bertanya sesat dijalan. Saya selaku ketua rombongan akhirnya mencoba menanyakan kepada warga sekitar cara menuju camping ground Tidung Kecil. Kalo dari pelabuhan, coba berjalan ke arah kanan, dan lanjutkan dengan berjalan menyusuri jalan lurus beraspal melewati jembatan cinta. Agak jauh ternyata jika ditempuh dengan berjalan kaki, yaitu sekitar 2 Km. Kami pun berjalan sekitar 1 jam dan baru tiba di Pulau Tidung Kecil. 

Sesampainya di pulau tersebut, kami melapor ke petugas setempat. Bertemu dengan Mas Wildan saat itu. Setelah mengurus perizinan, kami pun pamit untuk mendirikan tenda. Untuk bisa nge-camp di pulau ini, ngga perlu khawatir, karena disini gratis dengan fasilitas yang cukup lengkap, yaitu kamar mandi, mushola, warung, dan tempat nge-charge. Disini juga ada tempat penyewaan alat snorkeling dan tentunya ada juga spot snorkelingnya ya. Sesampainya di area camping ground kami memilih untuk beristirahat dan mengisi perut-perut kosong terlebih dahulu ketimbang harus bersusah payah mendirikan tenda. Ternyata mendirikan tenda buat pemula seperti kami agak membutuhkan waktu lama, ditambah masih harus bertanya kepada orang di sekitar cara memasang frame di bagian pintu tenda. Hasilnya pun masih belum sempurna, agak miring. 

Setelah tenda selesai berdiri lumayan kokoh, kami melanjutkan agenda selanjutnya, yaitu bersnorkeling. Bermodalkan 25ribu per orang kami mendapat fasilitas kacamata snorkel, life jacket, dan kaki katak. Sebelumnya saya pernah menggunakan peralatan tersebut ketika mengambil mata kuliah di FPIK IPB, sehingga saya tidak kesulitan untuk menggunakannya. Kami menghabiskan waktu hampir 3 jam untuk melihat-lihat salah satu tempat ciptaan Allah yang keren, walaupun mungkin ngga seindah isi bawah laut Raja Ampat yang tersohor itu, ya tapi lumayan terhibur juga kok dengan sekelompok ikan-ikan kecil bercorak dan berwarna indah yang tengah berlarian diantara gugusan terumbu karang, walaupun tidak banyak. Setelah puas, kami pun bergegas kembali ke tenda untuk bersih diri dan solat ashar. 

Selanjutnya sore hari kami lanjutkan dengan menikmati sunset di jembatan cinta, sambil sebagian dari kami mencari menu bakar-bakaran nanti malam. Sayangnya hari itu kami tidak menemukan penjual ikan mentah satu pun, menurut warga sekitar saat itu memang bukan musim ikan, sehingga warga tidak ada yang menjual ikan mentah. Tidak kehabisan ide, kami pun mencari warung terdekat di Pualu Tidung Besar untuk membeli pasokan makan kami malam itu. Tidak banyak, hanya 1kg telur, sebungkus cabai, garam, dan juga kartu remi.

Malam pun tiba, agenda malam itu adalah masak-masak semua perbekalan yang kami bawa, mulai dari beras, mie, nugget, daging qurban, telur, hingga kopi, susu, teh pun kami habiskan. Ya supaya esoknya beban yang kami sedikit berkurang. Santap malam kala itu terasa sangat menyenangkan, bukan karena menunya, namun karena kebersamaan dalam makan di atas alas kertas nasi yang kami letakkan memanjang di tengah paving blok jalanan. Tanpa ragu-ragu di tengah kegelapan yang hanya ditemani cahaya bulan ditambah sorot cahaya lampu senter di hp kami pun melahap semua makanan yang terhidang, tanpa ada bekas sedikit pun.

Alhamdulillah kenyang, karena jarang-jarang bisa menikmati acara seperti ini, beberapa dari kami memutuskan untuk bermain kartu remi, termasuk saya. Sialnya permainan cangkul yang termasuk permainan mudah bagi semua orang terasa sulit bagi saya. Empat kali berturut-turut saya kalah dalam permainan tersebut. Hukuman yang saya terima pun mulai dari jongkok, berdiri setengah, berdiri, hingga berdiri dengan satu kaki pun saya telah rasakan. Entah, mungkin itu hukuman dari Allah karena melakukan perbuatan yang sia-sia (*astaghfirullah). 

Puas bermain kartu, rasanya saat itu hampir pukul 2 pagi, kami pun beranjak tidur menuju tenda masing-masing. Pagi hari nya kami pun terbangun sekitar pukul 5 pagi. Seusai solat subuh, kami pun memasak sisa bahan makanan untuk sarapan pagi, yaitu dengan telur dan mie, serta segelas dua gelas kopi pun menjadi teman kami menikmati pagi hari di pulau kala itu. Seusai sarapan, sekitar pukul 8 pagi kami berkemas merapikan semua barang dan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Setelah berpamitan kepada Mas Wildan dan mengambil KTP yang kemarin dijadikan jaminan. Dan kami pun baru tahu ternyata di pulau tersebut terdapat tempat konservasi penyu juga museum paus yang belum sempat kami kunjungi. Nah buat kalian yang mau ke sini, nanti coba ke tempat ini ya. 

Seusai berpamitan, kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Tudung Besar. Agenda selanjutnya adalah bermain banana boat. Di sana terdapat 2 jenis banana boat yang bisa kami nikmati, yang pertama bentuknya benar seperti pisang sedang yang satunya berbentuk bulatan. Karena penasaran, kami pun mencoba keduanya, dengan merogoh kocek sebesar 50ribu kami dapat merasakan 2 jenis permainan tersebut dengan 2 kali dijatuhkan di tengah lautan. Seru banget buat menguji adrenalin. Selepas bermain banana boat kami pun mencoba untuk bermain air di jembatan cinta. Ada satu spot menarik, yaitu lompat dari jembatan cinta yang tingginya sekitar 8 meter. Cukup mencekam memang, tapi rasa penasaran yang membuncah tidak dapat menghentikan saya untuk mencoba 2 kali meloncat dari atas jembatan. Di awal memang membutuhkan nyali yang tinggi, tapi seru banget rasanya, terlebih buat saya yang jarang melihat laut (*maklum orang Bogor). 

Puas bermain air, sampai salah satu dari kami ada yang cidera akibat tergores karang di bagian kakinya, kami pun menghentikan permainan dan bergegas membersihkan diri. Kami pun pergi menuju pelabuhan sekitar pukul 10.30 dan sampai di pelabuhan pukul 11. Langsung saja memesan tiket kapal menuju Muara Angke, ternyata harga tiket pulang lebih murah, yaitu 45ribu per orang, dibandingkan tiket berangkat, yaitu 50ribu per orang. Lama perjalanan pun sama, yaitu sekitar 3 jam. Saat perjalanan pulang kami kebagian tempat duduk di bagian dek bawah yang ada kursinya. Karena sangat lelah saya tertidur pulas hingga tiba kembali di Muara Angke, padahal menurut rekan saya ombak terasa lebih kencang ketika pulang dan mereka pun ngga bisa tidur dengan nyenyak seperti saya. 

Kapal bersandar kapten!
Bersandar sudah, tapi untuk bisa sampai ke daratan, kami membutuhkan usaha melewati sekitar 3 kapal yang sama-sama bersandar. Ditambah berdesak-desakkan, kami pun agak kesulitan kala itu. Tapi akhirnya berhasil juga sampai di daratan. Kami memilih untuk beristirahat sejenak sambil menikmati jajanan di sekitar pelabuhan. Mulai dari buah segar, es lilin, hingga tahu gejrot pun jadi pengganjal perut yang belum sempat di isi makan siang ini. Seusai itu, kami segera mencari angkutan umum untuk dapat kembali ke peradaban kami. Dan perjalanan pun berakhir disini. Terima kasih kepada semua rekan yang telah berpartisipasi dalam jalan-jalan kali ini, Happy Holiday dan back to reality!