Udah hampir seminggu tinggal dilingkungan baru. Sukabumi. Masih
termasuk dalam wilayah Jawa Barat yang berarti ngga jauh dari rumah di Bogor. Namun
tetap ada banyak perbedaan antara Bogor dengan Sukabumi. Mulai dari
lingkungannya sampe ke budaya setempat. Lokasi yang ngga berada jauh dari
Gunung Halimun Salak, membuat wilayah ini memiliki suhu yang cukup rendah. Jika
dilihat dari pendeteksi suhu rata-rata di ponsel, terpampang diangka 20-22
derajat celcius. Sedangkan di Bogor biasanya 30 an derajat celcius. Belum lagi
masalah cuaca, walaupun Bogor terkenal dengan kota hujan, nyatanya sudah hamper
seminggu disini Aku merasa bahwa Sukabumi lebih cocok menyandang gelar tersebut.
Jika hari hujan tidak banyak yang bisa Aku dan teman-teman lakukan, karena
basic pekerjaan kami menuntut untuk sering berasa di lapangan.
Oiya disini Aku ngga sendirian. Sebenarnya projek yang Aku lakukan saat ini, sebelumnya digarap oleh Bang Azmi, Bang Rois, Kak Nisa, kemarin ada dua orang Huda dan Indah, nah disini aku menggantikan mereka, Aku dan Nunu. Di foto ada Bang Hamzah, beliau posisinya sebagai konsultan di bidang pertanian. Sedangkan Nunu adalah si tukang fotonya, jadi ngga keliatan di foto
.
Bang Hamzah - Hany - Bang Azmi - Bang Rois - Kak Nisa |
Beralih dari masalah cuaca, di Sukabumi masyarakat dalam
kesehariannya menggunakan Bahasa Sunda. Sebenernya sama saja dengan di Bogor. Namun,
buat Aku yang memang bukan orang asli sunda, menggunakan Bahasa Sunda merupakan
hal yang lumayan sulit. Walaupun saat duduk dibangku SD hingga SMA sudah ada
mulok Bahasa sunda, namun belum banyak kosakata yang Aku tahu, biasanya hanya
menambahkan imbuhan “mah-teh-tah” dan agak sedikit menaik turunkan nada bicara
biar terdengar seperti orang sunda.
Sebelum pindah kesini, Aku tinggal di Jakarta. Ya jelas kalo
Jakarta – Sukabumi itu beda banget, walaupun kalo di maps hanya berjarak 105km.
Jakarta yang terkenal dengan hiruk pikuk nya dan panasnya ketika matahari
menjunjung di atas kepala, sangat berbeda dengan Sukabumi yang adem ayem dan
lumayan dingin menurut Aku. Proses adaptasi yang kualami dalam beberapa hari
kebelakang lumayan singkat, hanya saja kondisi tubuh yang masih belum stabil. Saat
tiba pertama kali disini, Aku langsung flu berat. Untungnya ngga yang sampe
sakit kepala, Alhamdulillah jadi masih bisa beraktivitas walaupun harus “nyerot-nyerot”
ingus yang udah mau keluar ketika lagi ngobrol sama orang.
Rutinitas ketika Aku di Jakarta dengan disini, sangat amat
berbeda. Mulai dari pagi hingga malam hari. Pagi hari kalo pas di Jakarta itu
bangun, solat subuh, mandi, baca buku, solat duha, berangkat kerja. Nah kalo
disini, bangun, solat subuh, baca buku, solat duha, keluar kamar, nyapu, masak,
makan. Pekerjaan ku sebagai fasilitator tidak mengharuskan Aku untuk banyak
keluar rumah. Hanya ketika ada keperluan dan kegiatan. Kalo dalam sebulan ke
depan kaya gini terus, Aku khawatir berat badan ku bisa terus bertambah.
Saat malam hari pun tidak banyak kegiatan yang ku lakukan. Ketika
azan maghrib berkumandang aku pergi mushola dekat rumah. Ada kebiasaan unik
dengan jamaah solat disini. Mungkin kalo di Bogor ataupun Jakarta biasanya di
akhir pembacaan surat Al-Fatihah “bi alaihim waladdhooliin…” seluruh jamaah
langsung menyambut dengan “Aamiin…” berbarengan dengan imam. Tapi kalo disini,
makmum baru mengucap “aamiin..” setelah imam “aamiin..”. Dan disini juga
sepertinya tidak terbiasa dengan salaman dengan orang disamping sampingnya
setelah salam dan berdoa bersama seusai solat. Tapi begitulah Indonesia, selalu
punya yang berbeda setiap daerah namun tetap satu.
Ternyata memiliki banyak waktu luang harus pandai menggunakannya. Dulu pas di Jakarta rasanya sibuk banget, nyari waktu buat baca buku
aja susah rasanya. Disini banyak waktu luang tapi belum pinter manggunakannya. Dari
awal niatnya mau banyak baca dan nulis, nyatanya 2 buah buku yang aku bawa dari
rumah belum sempat ku habiskan. Padahal dulu di Jakarta novel setebal 300an
halaman bisa aku lahap dalam waktu sehari. Di Sukabumi aku justru lebih banyak
menggunakan waktu untuk membuka media social dengan aktivitas yang menyedihkan “stalking-in
orang”. Buka Instagram udah kaya candu, tiap 10 menit sekali pasti dibuka. Apalagi
kalo lagi chat-an sama seseorang, seringnya aku tinggalkan pekerjaan yang lain
demi nunggu balesan dari si dia. “Oke ini harus segera diakhiri”, batin ku pagi
ini. Sedari pagi aku mencoba untuk mengurangi intensitas membuka medsos dengan
menjauhkan HP dari jangkauan dan tidak mengaktifkan suara notifikasi. Belum sempurna
memang. Aku masih bisa mengecek WA lewat laptop. Tapi setidaknya aku sedang
berusaha. Semoga semua berjalan lancar.
Wah stalkingin siapa wayo? Kapan kapan main aja ke Sukabumi mau ngetes suhu nya dinginan Berastagi tau gak
ReplyDeletehaha, sini bang main sok aja
Delete