Pernah ngerasa hilang arah dan tak tau arah jalan pulang? Hehe semoga tidak ya guys.
Jadi siang tadi sejujurnya saya ngga tahu mau kemana, tapi kaki ini ingin selalu melangkah. Berangkat dari rumah setelah solat zuhur dengan niat membeli sepatu safety di daerah Bogor.
Sesampainya di Bogor dekat stasiun, saya langsung nyari barang tsb dari toko ke toko. Dari delapan toko sepatu yg berjejer sepanjang jalan PGB - stasiun, nihil. Hampir putus asa, saya coba cari ke Plaza Jembatan Merah (PJM). Tetep ngga nemu juga.
Akhirnya saya berpikir sejenak kemana kaki ini akan melangkah selanjutnya di depan PJM. Tiba2 perhatian saya teralihkan ketika melihat anak kecil yg asik menghitung uang di samping saya. Karena lucu melihat celoteh mereka, akhirnya saya coba ajak mereka bicara. "De, lagi jualan apa?", selidik saya. "Ini kak kita jualan simpir", sambut mereka dengan nada riang. Setelah ngobrol panjang lebar. Disitu saya merasa terharu.
Ternyata kedua anak tsb, Silva dan Sahad, merupakan dua bocah SD yg biasa menghabiskan waktu sepulang sekolahnya untuk berjualan. Anak sekecil itu sudah mengerti ketika saya tanya kenapa mau jualan itu. Mereka dengan bangga jawab, kita mau bantu mamah. Dari situ tiba2 ada perasaan aneh yg meruap di dada saya. Inget adik saya yg paling kecil. Dan mereka keren bgt karena hasil penjualannya semua dikasih ke mamah nya. Saya jadi malu, selama ini, blm bisa ngasih banyak ke Bunda dari hasil jerih payah saya.
Saya bangga melihat kedua adik kecil tsb. Mereka bilang, "ini uangnya dikasih ke mamah, nanti kalo mau jajan bisa minta ke mamah buat jajan di sekolah, tapi kadang2 ngga jajan di sekolah kalo uang mamah ngga ada". Terus saya tanya apa yg mereka lakukan kalo di sekolah dan ngga dikasih uang jajan. Awalnya saya kira mereka dibawain bekal, ternyata ngga. "Yaa.. biasanya kalo istirahat tapi ngga ada uang jajan, aku nulis2 aja kak di buku di kelas sambil nunggu Bel".
Mereka biasa berjualan simring ini dgn berjalan kaki dari rumah di daerah Panaragan hingga ke Ciomas, BTM, stasiun, dskt sepulang sekolah dari jam 11 sampai jam 5 sore. Tapi kalo dagangannya udah habis jam 3, mereka bisa lgsg pulang. Rasanya mereka masih terlalu kecil untuk berjuang seperti itu. Saya jadi malu melihat semangat mereka. Walaupun dalam sehari mereka hanya bisa mendapat uang 8rb-20rb untuk penjualan 80bks simring yg dijual dgn harga Rp.1000/bks.
Ternyata hukum memang kurang mendukung orang2 kecil ya. Selama berjualan yg mereka khawatirkan selama ini adalah razia dari Satpol PP, katanya kalo barangnya diambil, mereka disuruh ganti sama yg punya (produsen). Untungnya selama ini belum pernah kena, tapi temennya udah ada yg pernah ketangkep dan diambil dagangannya. Duh Pak, mbok kasian sama mereka, niat ingin membantu orang tua, tapi kok susah bgt ya.
Karena hari sudah semakin siang, sayapun menawarkan mereka makan di sekitar sana. Ternyata mereka punya makanan favorit yg sama seperti saya, Bakso. Setelah celingukan nyari tukang bakso terdekat akhirnya nemu juga. Sambil nunggu bakso nya siap, kami ngobrol2 lagi. Sahad merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yg memiliki impian menjadi Angkatan Udara, sedangkan Silva anak kedua dari tiga bersaudara yg memiliki impian menjadi Pengusaha. Semoga tercapai ya adik-adik impiannya, terima kasih atas inspirasinya hari ini. Semangat terus. Pun begitu dengan saya, harus semangat juga!!
P.S. Ditulis dengan nada peringatan untuk diri sendiri. Kenapa saya masih belum berusaha lebih seperti mereka?
Venue : menjelang senja di Bogor
Jadi siang tadi sejujurnya saya ngga tahu mau kemana, tapi kaki ini ingin selalu melangkah. Berangkat dari rumah setelah solat zuhur dengan niat membeli sepatu safety di daerah Bogor.
Sesampainya di Bogor dekat stasiun, saya langsung nyari barang tsb dari toko ke toko. Dari delapan toko sepatu yg berjejer sepanjang jalan PGB - stasiun, nihil. Hampir putus asa, saya coba cari ke Plaza Jembatan Merah (PJM). Tetep ngga nemu juga.
Akhirnya saya berpikir sejenak kemana kaki ini akan melangkah selanjutnya di depan PJM. Tiba2 perhatian saya teralihkan ketika melihat anak kecil yg asik menghitung uang di samping saya. Karena lucu melihat celoteh mereka, akhirnya saya coba ajak mereka bicara. "De, lagi jualan apa?", selidik saya. "Ini kak kita jualan simpir", sambut mereka dengan nada riang. Setelah ngobrol panjang lebar. Disitu saya merasa terharu.
Silva (kiri) - Sahad (kanan) |
Simring |
Ternyata kedua anak tsb, Silva dan Sahad, merupakan dua bocah SD yg biasa menghabiskan waktu sepulang sekolahnya untuk berjualan. Anak sekecil itu sudah mengerti ketika saya tanya kenapa mau jualan itu. Mereka dengan bangga jawab, kita mau bantu mamah. Dari situ tiba2 ada perasaan aneh yg meruap di dada saya. Inget adik saya yg paling kecil. Dan mereka keren bgt karena hasil penjualannya semua dikasih ke mamah nya. Saya jadi malu, selama ini, blm bisa ngasih banyak ke Bunda dari hasil jerih payah saya.
Saya bangga melihat kedua adik kecil tsb. Mereka bilang, "ini uangnya dikasih ke mamah, nanti kalo mau jajan bisa minta ke mamah buat jajan di sekolah, tapi kadang2 ngga jajan di sekolah kalo uang mamah ngga ada". Terus saya tanya apa yg mereka lakukan kalo di sekolah dan ngga dikasih uang jajan. Awalnya saya kira mereka dibawain bekal, ternyata ngga. "Yaa.. biasanya kalo istirahat tapi ngga ada uang jajan, aku nulis2 aja kak di buku di kelas sambil nunggu Bel".
Mereka biasa berjualan simring ini dgn berjalan kaki dari rumah di daerah Panaragan hingga ke Ciomas, BTM, stasiun, dskt sepulang sekolah dari jam 11 sampai jam 5 sore. Tapi kalo dagangannya udah habis jam 3, mereka bisa lgsg pulang. Rasanya mereka masih terlalu kecil untuk berjuang seperti itu. Saya jadi malu melihat semangat mereka. Walaupun dalam sehari mereka hanya bisa mendapat uang 8rb-20rb untuk penjualan 80bks simring yg dijual dgn harga Rp.1000/bks.
Ternyata hukum memang kurang mendukung orang2 kecil ya. Selama berjualan yg mereka khawatirkan selama ini adalah razia dari Satpol PP, katanya kalo barangnya diambil, mereka disuruh ganti sama yg punya (produsen). Untungnya selama ini belum pernah kena, tapi temennya udah ada yg pernah ketangkep dan diambil dagangannya. Duh Pak, mbok kasian sama mereka, niat ingin membantu orang tua, tapi kok susah bgt ya.
Karena hari sudah semakin siang, sayapun menawarkan mereka makan di sekitar sana. Ternyata mereka punya makanan favorit yg sama seperti saya, Bakso. Setelah celingukan nyari tukang bakso terdekat akhirnya nemu juga. Sambil nunggu bakso nya siap, kami ngobrol2 lagi. Sahad merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yg memiliki impian menjadi Angkatan Udara, sedangkan Silva anak kedua dari tiga bersaudara yg memiliki impian menjadi Pengusaha. Semoga tercapai ya adik-adik impiannya, terima kasih atas inspirasinya hari ini. Semangat terus. Pun begitu dengan saya, harus semangat juga!!
P.S. Ditulis dengan nada peringatan untuk diri sendiri. Kenapa saya masih belum berusaha lebih seperti mereka?
Venue : menjelang senja di Bogor