Setelah sekian lama lenyap dari dunia blog,
akhirnya I’m come back :D
Walau sedikit berlebihan but enjoy it!^^
Kamis, 7
November 2013
Seperti pada pagi biasanya saya mengawali pagi
ini, namun dengan semangat yang sedikit berbeda karena hari itu saya akan
melakukan refreshing bersama
teman-teman setelah seminggu lebih berkutat dengan ujian –“ memang tujuan utama
perjalanan saya saat itu adalah untuk melanjutkan praktikum lapang mata kuliah
Rekreasi Alam dan Ekowisata. Gua Gudawang yang berada di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor merupakan sebuah kompleks gua yang menyajikan
berbagai bentukan alam kawasan karst, baik yang sudah dikembangkan maupun yang
belum, yang bisa dimasuki dan bahkan tidak memungkinkan untuk dimasuki.
Hoaaam, ngaret. Ya, budaya ngaret kayanya
emang paling susah dihilangkan –“ seharusnya pagi ini jam 8 sudah berangkat,
namun karena masih menunggu yang lain dan menunggu GPS (Global Positioning System) yang bakal digunakan
nanti, jadi hampir sekitar 2 jam kita nyampah di departemen. Setelah semua
berkumpul dan GPS yang dinanti-nanti datang, kami memutuskan untuk sarapan
terlebih dahulu karena banyak yang belum sarapan saat itu. Kali ini menu nasi
uduk ditambah bakwan di dekat tangga perpustakaan pun menjadi pilihan. Setelah kenyang
kami pun akhirnya siap untuk berangkat. Setelah melakukan kompromi yang cukup
lama untuk memutuskan dengan apa kami kesana, dan akhirnya kami memutuskan pergi
kesana dengan menggunakan sepeda motor sewaan sebanyak empat buah, dan sebuah
motor pinjaman. Sepuluh orang yang terdiri dari 4 cowo dan 6 cewe, akhirnya
berangkat juga :) (Hany, Elsa, Siti, Dilah, Surati, Aci, Akri, Aufar, Irfan,
Devid).
Diawal perjalanan, kami mengisi full semua
bensin pada motor kami. Sedikit was-was karena diantara kami ada yang tidak
memiliki SIM, tapi alhamdulillah perjalanan selama kurang lebih 2 jam itu
berakhir dan kami pun sampai di tempat tujuan dengan selamat, walau agak
sedikit pegal-pegal karena kontur jalanan yang agak “bergajluk-gakluk”. Sesampainya di lokasi kami pun beristirahat
sejenak dan solat zuhur terlebih dahulu. Sebelum masuk ke dalam kawasan Gua
Gudawang kami diwajibkan membayar tiket masuk dan uang parkir untuk 5 buah
motor, jadi total semua yang harus kami bayar adalah Rp.50.000 (kami memutuskan
tidak menyewa guide seperti
pengalaman awal kami).
Setelah sebelumnya briefing, menjelaskan jalur perjalanan dan pembagian tugas. 2 GPS
yang kami bawa sedikit bermasalah di awal, jadi rencana awal kami untuk membagi
ke dalam dua jalur perjalanan akhirnya dibatalkan. Kami memutuskan untuk
melalui jalur-jalur tersebut bersama-sama.
Jalur pertama kami, yaitu gua di dalam yang berjumlah tiga gua dan merupakan
gua yang bisa dimasuki. Dengan mengingat-ingat dan sedikit insting
alhamdulillah sampai juga di mulut tiga gua tersebut dan mengukur koordinatnya
menggunakan GPS. Sepanjang perjalanan kami nikmati dengan mengagumi bentang
alam serta lukisan Sang Pencipta yang indah walau saat itu matahari masih
menyongsong dengan gagahnya di atas kepala kami.
Perjalanan tidak terasa membosankan ataupun
melelahkan, saat itu. Karena sepanjang perjalanan kami saling bertukar cerita,
mengenal budaya serta ciri khas daerah masing-masing. Ke-kepo-an saya muncul terhadap
dua orang teman saya yang berasal dari NTT (Akri dan Devid), alhasil mereka
saya wawancara habis-habisan, hehe. Topik utamanya yaitu air (sebagai sumber
kehidupan). Dari mulai iklan Aqua sampai pembuatan sumur yang biasa dilakukan
oleh masyarakat NTT. Ternyata pembuatan sumur disana masih sangat tradisional,
tanpa alat pendeteksi keberadaan sumber air melainkan menggunakan insting oleh
orang yang ahli serta penggaliannya yang bisa mencapai kedalaman 30 meter tanpa
bantuan alat berat seperti pembuatan sumur di kota-kota besar.
Setelah sampai kembali di pintu masuk utama, kami beristirahat
sebentar sebelum melanjutkan perjalanan menjelajah jalur kedua (jalur luar). Karena
persediaan air minum telah habis, jadi kami memutuskan singgah sejenak di
sebuah warung. Di warung tersebut kami bertemu dengan warga sekitar yang sedang
berbincang-bincang di warung tersebut, jadilah kami mengobrol dengan mereka
sambil melepas dahaga. Keramahan mereka membuat kami betah berada disana, namun
waktu berkata lain, kami harus segera melanjutkan perjalanan jalur kedua, yaitu
12 gua yang berada di kawasan luar. Keduabelas gua tersebut merupakan gua yang
tidak bisa dimasuki. Lokasi gua yang berdekatan membuat perjalanan kami tidak
terlalu sulit dan memakan waktu lama seperti pada jalur pertama. Cuaca semakin
memburuk kala itu, dan akhirnya benar saja air langit pun turun membasahi bumi,
padahal masih ada dua gua lagi yang belum kami kunjungi. Untuk menghemat waktu
dan tenaga, hanya dua orang dari kami yang menuju kesana, yaitu Akri dan Irfan,
sedangkan yang lainnya menunggu di sebuah warung pinggir jalan. Sambil menuggu
hujan reda, kami pun mengisi perut yang mulai kelaparan dengan makan kacang dan
roti. Setelah hujan reda, kami langsung kembali ke pintu utama. Sesampainya disana
kami langsung solat ashar. Dan sebelum pulang, kami mengabadikan momen
kebersamaan ini disebuah mulut gua :) rasanya terbayar sudah kejenuhan saat UTS
ketika menghabiskan waktu bersama mereka.
Di perjalanan pulang, kami berhenti dulu di
sebuah jembatan yang dibawahnya terdapat lembah perkebunan kelapa sawit. Sambil
menikmati sunset, keindahan alam
tersebut tidak kami lewatkan untuk foto-foto, walau sedikit alay, karena
berenti sembarangan di pinggir jalan, hehe. Setelah puas, kami pun melanjutkan
perjalanan pulang. Karena salah satu dati kami ada yang baru saja berulang
tahun (si bos Aufar), alhasil kami pun ditraktir makan baso :D . Karena hujan
mulai turun, warung baso di daerah Cigudeg menjadi destinasi kami makan baso
saat itu. Seperti biasa, ke-kepo-an saya muncul lagi, topik kali ini yaitu
pernikahan adat. Mulai dari ala NTT, ala Padang Pariaman, sampai ala Sunda. Senang
rasanya bisa mendapat pengetahuan baru. Ternyata di NTT ketika kita menikah,
kita bisa mendapatkan satu kandang sapi, kain adat, dll dari si tamu undangan. Di
tambah lagi rumah yang telah disiapkan untuk kedua mempelai dari pihak keluarga
pengantin pria yang bisa mencapai 100 juta lengkap dengan segala perabotnya. Kebiasaan
disana juga, ketika suatu saat si tamu undangan memiliki hajat yang sama, wajib
bagi kita untuk mengembalikan dengan barang yang sama maupun lebih, tapi tidak
boleh kurang. Selanjutnya kalo di Padang Pariaman, ada sebuah kebiasan dimana
mempelai wanita lah yang membayar mahar. istilahnya si mempelai pria “dibeli”
oleh si mempelai wanita. Namun hal tersebut biasanya hanya berlaku jika kedua
mempelai sama-sama berasal dari daerah Padang Pariaman. Sedangkan kalo di Sunda
sendiri, sama pada umumnya yang membayar mahar tetaplah mempelai pria.
Karena waktu sudah menunjukkan saatnya solat
maghrib, kami pun mencari masjid terdekat. Setelah selesai kami pun melanjutkan
perjalanan pulang. Dan alhamdulillah sampai di IPB (depan BNI) sekitar pukul
20.00 WIB. Sesampainya disana, kami beristirahat sambil mengulang cerita dan
pengalaman yang kami lalui hari itu melalui hasil jepretan-jepretan selama perjalanan.
Karena di awal kami menyewa motor selama setengah hari, sayang rasanya kalo tuh
motor langsung dibalikin, jadi awalnya kami berniat untuk jalan-jalan kesuatu
tempat sampai pukul 22.00 WIB. Namun niat tersebut kami urungkan melihat
beberapa dari kami sudah nampak lelah dan ngantuk juga ada yang sakit perut. Akhirnya
setelah mengkalkulasi biaya perjalanan, kami kembali ke kosan masing-masing.
Sekian :D
Hal ini
terlihat biasa walau sesungguhnya luar biasa,
Ketika
mata ini masih diberi kesempatan untuk mengagumi keidahan lukisan alam
Ketika
telinga ini masih diberi kesempatan mendengar kicauan burung dan gemuruh aliran
air
Ketika
hati ini masih diberi kesempatan untuk merajut tali kasih dengan mereka
Menikmati
perjalanan alam ini... terimakasih Ya Allah :D
Goa Gudawang bagus gak sih?
ReplyDeletebagus ko bang, ada banyak guanya, lumayanlah buat destinasi wisata *gara-gara RAE nih hehe
ReplyDeleteOh berarti bisa ane buat nih paket wisata ke Gua Gudawang..
Delete